Ads 468x60px

twitter facebook google pluslinkedinrss feedemail

Kamis, 10 Oktober 2013

20. SABDA PALON 4: PUDARNYA SURYA MAJAPAHIT

 Segera Terbit di Ujung Tahun 2013!
Kehadiran Siu Ban Ci membuat semarak hari-hari Bhre Kêrtabumi. Gairah penguasa itu bangkit. Dunia yang selama ini berjalan begitu-begitu saja kini jadi menggairahkan dengan hadirnya sang ayu. Setiap malam Bhre Kêrtabumi butuh bertandang ke kamar pribadi Siu Ban Ci. Siu Ban Ci memang menggairahkan. Pinggulnya lebar, pahanya mulus, pantatnya sintal. Tak bosan-bosan Bhre Kêrtabumi menelusuri setiap jengkal tubuhnya. Tak bosan-bosan dia bermanja-manja dalam gairah di pelukan sang ayu. Tak juga lelah dia tumpahkan kamanya ke dalam yoninya. Sang ayu bak merak muda berbulu warna-warni. Bahkan saat bercinta, dia bak kuda betina yang liar lagi binal. Belitannya bak nagagini, lentur tapi kuat. Belitan yang tak akan pernah bisa lepas sebelum puncak kenikmatan digapai. Gairahnya menolak luruh sebelum dahaga sanggamanya terpuaskan oleh curahan kama. Lenguhan demi lenguhan yang setiap malam meruahi kamar Siu Ban Ci semakin lama semakin membuat penguasa itu lupa diri. Sang acari nyata-nyata mahir mengajari anak asuhnya. Tapi bukan, bukan begitu, Siu Ban Ci sendirilah yang memang mempunyai daya tarik alami. Geliatnya, rintihnya, tawanya, kerlingnya, senyumnya, semua-muanya begitu menggoda tanpa harus dia pelajari lebih dalam lagi. Lelaki mana yang tak akan terpikat jikalau sudah memadu cinta dengan wanita ayu itu di atas ranjang? Para dewa pun sepertinya akan terlena oleh kemolekan tubuhnya. Dan Bhre Kêrtabumi terlarut dalam jerat daya pikatnya. Seperti gula yang larut di dalam air panas, dia pun mulai kehilangan dirinya.

Tidak harus malam hari Bhre Kêrtabumi tenggelam dalam gairah cinta. Kerap kali, ketika Siu Ban Ci lagi mandi, penguasa Kêling itu memerintah seluruh cêthi yang bertugas memandikannya menyingkir. Bahkan seluruh garwa ampeyannya dia suruh keluar. Dia hendak meletupkan hasrat jantannya dengan Siu Ban Ci saat sang ayu itu mandi di kolam kaputren. Tak ada yang berani mengganggu. Tak ada yang berani melanggar perintahnya. Dua insan yang dimabuk asmara itu pun berkecipak-kecipuk memburu kenikmatan berahi di pinggir atau bahkan di tengah kolam. Kolam kaputren bagai dituruni Bathara Kamajaya dan Bathari Kamaratih dari kayangan. Keperkasaan lingga dan kelembutan yoni beradu liar diiringi deru napas memburu.

Kelakuan Bhre Kêrtabumi yang sudah lupa daratan tentu saja membuat cemburu Dewi Amaravati. Tak hanya Dewi Amaravati, semua garwa ampeyan lainnya juga dilanda cemburu. Bhre Kêrtabumi sudah tidak pernah lagi menyambangi mereka saat malam menjelang. Dia hanya ingin kamanya tercurah ke liang kenikmatan Siu Ban Ci. Gairah asmara para garwa ampeyan yang menuntut pelampiasan pun berubah menjadi api kemarahan. Dan api kemarahan itu tertuju kepada Siu Ban Ci belaka!

--------CUPLIKAN NOVEL SABDA PALON IV : REDUPNYA SURYA MAJAPAHIT. Siap meluncur ke pasaran November 2013!
Pendirian Pesantren Ngampel menuai banyak masalah. Beberapa santri berdarah Cina kerasukan dan sakit hingga mati. Melalui bantuan Ki Bang Kuning, seorang mantri sepuh, Sayyid Ali Rahmad bertemu sosok misterius berperut buncit yang memberikan petunjuk untuk mengangkat sembilan yantra yang ditanam Raden Wijaya di sekitar Kali Mas. Jimat-jimat gaib tersebut sengaja ditanam untuk melawan serbuan pasukan Tatar secara niskala.

Sementara itu, I Dewa Têgal Bêsung mendapat pawisik dari Resi Agastya bahwa Dang Hyang Smaranatha, yang dicari-carinya selama ini, bakal menuju Pulau Bali untuk menyucikan kangmasnya, Dalêm Sri Aji Smara Kêpakisan. Di Trowulan, keadaan istana Majapahit memanas setelah Maharaja Kêrtarajasa mangkat saat berburu. Keturunan Kêrtawijaya dan Kêrtarajasa pun saling berebut takhta.

Di Kêling, seorang saudagar Tionghoa membawa putrinya nan jelita, Siu Ban Ci, ke hadapan Bhre Kêrtabumi. Penguasa yang menggandrungi wanita-wanita cantik itu pun tergoda dan menyelirnya, tanpa mengindahkan nasihat Sabda Palon, punakawannya yang setia. Karena kecemburuan Permaisuri Amaravati, Siu Ban Ci dibuang ke Palembang saat sudah hamil tiga bulan. Enam bulan kemudian, seperti sebuah pertanda dari semesta, hujan badai melanda Palembang dan Majapahit ketika janin Siu Ban Ci lahir. Sungai Musi dan Brantas meluap seketika. Banjir besar terjadi di Sumatra dan Jawa pada saat yang sama. Dan Surya Majapahit pun perlahan-lahan sirna.
Asal-usul nama BRAWIJAYA:

Raden Kêrtarajasa (Raja Majapahit Kedelapan) mempunyai abhiseka (gelar) Sri Rajasawardhana. Rajasa adalah abhiseka Ken Angrok. Dengan demikian, Raden Kêrtarajasa ingin menunjukkan kepada kawula serta raja-raja tetangga Majapahit bahwa dirinya adalah trah Rajasa. Namun rakyat Majapahit sendiri malah lebih mengaitkan dirinya dengan sosok Raden Wijaya, Bathara Ring Majapahit Pertama. Itu terjadi ketika rakyat melihat ramainya Ujung Galuh dan Canggu secara mendadak setelah Raden Kêrtarajasa memegang tampuk kekuasaan. Keadaan tersebut mengingatkan mereka pada kenangan sejarah ketika Raden Wijaya memegang kendali atas bumi Jawa di masa lalu. Keramaian terhelat seusai kelengangan akibat peperangan dan karut-marut untuk beberapa waktu. Rakyat pun lebih suka memberikan abhiseka kepada Bathara Ring Majapahit yang baru itu dengan abhiseka tidak resmi: Bhre Wijaya. Bhre berarti penguasa, Wijaya berarti keturunan Raden Wijaya. Dan karena lebih mudah diucapkan dengan Brawijaya, maka semenjak tu, Raden Kêrtarajasa dikenal juga sebagai Prabu Brawijaya.

(SABDA PALON 4: PUDARNYA SURYA MAJAPAHIT; Segera Terbit di Ujung Tahun 2013)!
Sapdo Palon Seri 1
Sabdo Palon Seri 2
Sabdo Palon Seri 3

Cara Pemesanan Buku :

Kirim SMS / WA di 081393725615. Tuliskan Judul dan jumlah pesanan, Nama & Alamat lengkap. Tunggu balasan SMS / WA untuk keterangan selanjutnya.

Atau Pesan Buku via Inbox FB : EKO WALUYO

Baca Juga Artikel Terkait Lainnya:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar