Buku Gatholoco ini untuk 21 tahun ke atas:
Sebagai suplemen, sengaja di sisipkan pengetahuan olah asmara Jawa Kuno, yang di ambil dari Sêrat Kawruh Sanggama karya Raden Bratakesawa, Sêrat Nitimani, Sêrat Panitisastra, Sêrat Widyakirana, Sêrat Jitabsara, dan Sêrat Primbon. Suplemen ini terdiri dari delapan bab yang membahas secara rinci asal-usul Aji Asmaragama; peranti sanggama lelaki dan wanita; ciri-ciri wanita yang pandai bersanggama dan titik rangsang wanita; tata cara bersanggama sesuai Aji Asmaragama yang berguna untuk meraih kepuasan badan, suksma, dan atma; beberapa aji yang berguna untuk memikat dan memberikan kepuasan kepada wanita; beberapa sarana dan ramuan untuk memperkuat olah sanggama; dan ciri-ciri benih calon anak yang hendak menitis sebagai hasil olah sanggama.
Bernapas layaknya api. Memasukkan bara lewat tulang ekor, menghembus lewat penis atau vagina. Memasukkan nyala lewat penis atau vagina, menghambur lewat bawah pusar. Mendulang agni lewat bawah pusar, keluar lewat ulu hati. Meneguk panas lewat ulu hati, mengalir deras lewat leher. Menyerap kobaran lewat leher, menggebubu bak angin lewat mata ketiga. Menyerap Brahma lewat mata ketiga, memancarkan Syiwa lewat Sahasrara.
Surya sebagai kawah Chandradimukha. Tubuh sebagai bahan bakarnya. Tertapis sudah ketujuh cakra karenanya. Semoga termurnikan adanya.
Hong Awighnamastu namas sidham.
Teaser Buku Gatholoco – Damar Shasangka
Posisi MALOKA dalam AJI ASMARAGAMA
Sang wanita tidur telentang dan menempelkan betisnya ke paha. Posisi ini membuat vagina merekah dan penetrasi penis
ke dalamnya bisa maksimal. Sang lelaki menelungkup di atas tubuh sang
wanita, perut atau dadanya bertumpu pada lutut sang wanita, lalu
mengeluar-masukkan penis ke dalam vagina dengan kecepatan sesuai dengan
selera berdua. Posisi ini memungkinkan ujung penis sang lelaki
menyundul-nyundul G-spot (daging song) sang wanita dan memberinya kenikmatan yang luar biasa.
Itu hanyalah salah satu posisi sanggama ala Jawa yang dibahas di buku GATHOLOCO (Rahasia
Ilmu Sejati dan Asmaragama). Buku yang membabar Ilmu Sejati, Filsafat
Lingga Yoni, Manunggaling Kawula-Gusti, serta Aji Asmaragama (Kamasutra
ala Jawa) yang legendaris ini tak bisa dijumpai di toko offline mana
pun. Dan kami mencetaknya dalam jumlah terbatas. Kitab kuno yang
nasibnya terpinggirkan selama satu abad ini bisa dipesan secara online.
Bibirmu rekah mawar, matamu rembulan bersinar, rambutmu gerai gelombang, payudaramu pepaya kembar semingguan. Apa lagi? Oh ya, vaginamu teratai mekar. Akan kuhidu aroma dalammu di rekah bibirmu, kuhangatkan dinginku di sinar matamu, kuayunkan tubuhku di gerai rambutmu, kutelungkupkan mulut bayiku di kuncup-kuncup payudaramu, dan kutakhtakan diriku di kelopak vaginamu.
Aduh! Tanganmu mempunyai kata-kata untukku yang tak bisa diucapkan oleh bibirmu kepadaku. Ia adalah duta bagi seluruh anggota tubuh lain selain bibirmu yang mengantarkan wajahku kepada seluruh bagian tubuhmu untuk mengetahui kata-kata yang tidak bisa diucapkan oleh bibirmu kepadaku.
Posisi Hirana dalam Asmaragama Jawa (diulas dalam buku “Gatholoco: Rahasia Ilmu Sejati dan Asmaragama”).
Bibirmu rekah mawar, matamu rembulan bersinar, rambutmu gerai gelombang, payudaramu pepaya kembar semingguan. Apa lagi? Oh ya, vaginamu teratai mekar. Akan kuhidu aroma dalammu di rekah bibirmu, kuhangatkan dinginku di sinar matamu, kuayunkan tubuhku di gerai rambutmu, kutelungkupkan mulut bayiku di kuncup-kuncup payudaramu, dan kutakhtakan diriku di kelopak vaginamu.
Aduh! Tanganmu mempunyai kata-kata untukku yang tak bisa diucapkan oleh bibirmu kepadaku. Ia adalah duta bagi seluruh anggota tubuh lain selain bibirmu yang mengantarkan wajahku kepada seluruh bagian tubuhmu untuk mengetahui kata-kata yang tidak bisa diucapkan oleh bibirmu kepadaku.
Posisi Nagabhanda dalam Asmaragama Jawa (diulas dalam buku “Gatholoco: Rahasia Ilmu Sejati dan Asmaragama”).
Tiada rahasia yang mesti kutirai karena kehadiran ini sudahlah
misteri: kenapa kita di sini? Bertanyalah padaku hingga tiada tersisa
pertanyaan yang mungkin dikatakan. Dan bila itu terjadi, tataplah mataku
dalam-dalam hingga kau menyadari semua jawaban menyatu dalam pertanyaan
ketika matamu yang menatap adalah mataku yang kau tatap, kau dan aku
lenyap, yang menanti dan yang dinanti lesap.
Betapa gerakan dan suara tunggal itu terjadi dalam kehampaan, cahaya
dan tarian lahir dari kesunyian, dan perkawinan terhelat di panggung
kematian.
Burung-burung camar, riak ombak, butir-butir pasir yang menempel di dada merasakan desir darah dan degup jantung berdua. Ikan-ikan, ganggang, lokan bersorak kegirangan menyaksikan setiap gerak percumbuan. Mawar, tulip, seroja begitu tak sabarnya ingin segera merekah karena berhasrat memberikan senyum terindah pada pertunggalan mesra.
Serasa sebuah pusaran tanpa inti menghisap dan melontarkan semua zarah keberadaan. Penciptaan dan penghancuran terjadi secara bersamaan. Sabda pertama Om dan kiamat, kejatuhan dan kenaikan, terjadi lebih cepat daripada kilat pikiran yang mampu terbang ke sebutir bintang di galaksi terjauh semesta alam.
Kita tak lagi bisa mengatakan jemari siapakah yang membelai rambut ini? Jemariku? Bukan. Jemarimu? Bukan. Jemari kita? Juga bukan. Kata-kata dan iblis tersipu malu, terduduk di sudut, lalu berlari menuju prasejarah, atau lebih jauh lagi, untuk menyucikan diri ke sebuah tera tanpa nama sebelum kembali menghampiri dan memberkati lidah dengan secuil desah: “Ah!”
Jiwa-jiwa yang berkelana di antara langit dan bumi sontak bersorak dan menghiba, “Beri aku raga, beri aku raga sekali lagi, o Tuhan!” Malaikat-malaikat surga menaburkan kembang tujuh rupa ke atas bumi dan bersujud penuh takzimnya seraya berkata, “Mahasuci Tuhan yang telah menyempurnakan penciptaan.”
Bahkan Tuhan ingin melompat dari liang Ketiadaan dan hendak berkata “Aduhai!” Tetapi Ia segera sadar dan menutup mulut-Nya sendiri karena Ia tak layak berkata-kata dalam sanggama.
Burung-burung camar, riak ombak, butir-butir pasir yang menempel di dada merasakan desir darah dan degup jantung berdua. Ikan-ikan, ganggang, lokan bersorak kegirangan menyaksikan setiap gerak percumbuan. Mawar, tulip, seroja begitu tak sabarnya ingin segera merekah karena berhasrat memberikan senyum terindah pada pertunggalan mesra.
Serasa sebuah pusaran tanpa inti menghisap dan melontarkan semua zarah keberadaan. Penciptaan dan penghancuran terjadi secara bersamaan. Sabda pertama Om dan kiamat, kejatuhan dan kenaikan, terjadi lebih cepat daripada kilat pikiran yang mampu terbang ke sebutir bintang di galaksi terjauh semesta alam.
Kita tak lagi bisa mengatakan jemari siapakah yang membelai rambut ini? Jemariku? Bukan. Jemarimu? Bukan. Jemari kita? Juga bukan. Kata-kata dan iblis tersipu malu, terduduk di sudut, lalu berlari menuju prasejarah, atau lebih jauh lagi, untuk menyucikan diri ke sebuah tera tanpa nama sebelum kembali menghampiri dan memberkati lidah dengan secuil desah: “Ah!”
Jiwa-jiwa yang berkelana di antara langit dan bumi sontak bersorak dan menghiba, “Beri aku raga, beri aku raga sekali lagi, o Tuhan!” Malaikat-malaikat surga menaburkan kembang tujuh rupa ke atas bumi dan bersujud penuh takzimnya seraya berkata, “Mahasuci Tuhan yang telah menyempurnakan penciptaan.”
Bahkan Tuhan ingin melompat dari liang Ketiadaan dan hendak berkata “Aduhai!” Tetapi Ia segera sadar dan menutup mulut-Nya sendiri karena Ia tak layak berkata-kata dalam sanggama.
Panasnya sebuah persanggamaan, di Sêrat Nitimani dituangkan dalam kalimat puitis seperti di bawah ini:
Kalamun pastha purusha, wus kiyêng kiyêt santosa, kwehning saya wus samêkta, iku nulya katindakna, umangsah ing rananggana, sayêkti datan kuciwa, katêmpuh ing bandayuda. Nanging ta dipun prayitna, ing tindak aywa sêmbrana, nggone bakal nuju prasa, mring wanita mêngsahira. Supaya lêganing driya, wruh antawisipun waspada, jroning pasti kono ana, musthikaning rasa mulya, rinêksa para jawata, karan Sang Hyang Watapatra, utawa Sang Hyang Gambira, dumunung wuri Purana, yen tinêmpuh dening gada, watak kêri prasanira. Nuli babantune prapta, pipingitan ing jro bhaga, ingaran Sang Hyang Asmara, asisilih Sang Hyang Cakra, kang abipraya sarosa, wimbuh kêri nggrimingira, anarik daya ayunya, mring Sang Hyang Purnama sangka utama Sang Kamajaya. Pameting rahsa mangkana, srana ngagêm mawi sraya, pratingkah ukêling Pastha. Kacarita solahira, duk marwani lumaksana, karya pupucuking yuda, kwehning daya saniskara, aywa sinêrusa rosa, ing tindak kêdah saronta, pangangkah amung muriha, kêri prasaning wanita. Kalamun wus sawatara, campuh ing prang lama-lama, papalu tumêmpuhira, pinindha upama gada, tinangkis ing bondabaya. Saking rosaning panggada, kuwating panangkisira, wêkasan mêtu dahana, mubal sumundhul ngakasa, susumuke ngêmu pega, kukus katut samirana, prapta tumanduking prasa, kêkêrining mêngsahira, gumriming saya andadra.
“Manakala pastha purusha, sudah memanjang teguh sentosa, dan segala kekuatan sudah sedia, maka bergeraklah, maju menuju rananggana (medan tempur), tak akan menemui kekecewaan, jika terjun dalam bandayuda (peperangan). Namun tetaplah waspada, jangan ceroboh dalam tingkah, ketika hendak mengarah rasa, dari wanita musuhmu. Agar terpuaskan dalam jiwa, maka ketahuilah dan waspadalah, bahwa telah ada dengan pasti, sebuah mustika rasa yang mulia, yang dijaga para dewata, yang disebut Sang Hyang Watapatra, atau Sang Hyang Gambira, yang terletak di belakang purana, jika dihantam dengan gada, akan terasa geli. Jika sudah terkena gada maka bala bantuan akan datang, yang datang dari tempat tersembunyi di dalam bhaga, berjuluk Sang Hyang Asmara, berganti wujud menjadi Sang Hyang Cakra, kuat dan tangguh, maka bertambah-tambahlah geli menggeletar, menarik daya kecantikan, dari Sang Hyang Purnama perwujudan utama Sang Kamajaya. Untuk mendapatkan rasa yang sedemikian, dengan sarana, tingkah cekatan sang Pastha. Dikisahkan tingkahnya, ketika memulai berjalan, sebagai pucuk pimpinan prajurit, haruslah segala kekuatan bergerak secara perlahan, jangan terlalu kuat, bergeraklah dengan sabar, cukup agar menciptakan geletar, gelinjang rasa wanita. Manakala sudah beberapa waktu, lama-kelamaan di dalam peperangan, hantamkan palu, yang bagaikan gada, namun ternyata dapat ditangkis dengan bandabaya (tameng). Begitu kuatnya ayunan gada, juga kuatnya tangkisan, memunculkan api, yang bergulung menggapai angkasa, hawa panasnya menciptakan mega, asapnya terhempas angin, datang mengarah tepat pada rasa, dan gelinjang musuhmu, menggeletar semakin menjadi-jadi.”
“Pujilah aku!” katamu.
“Aku tak bisa memujimu sebagaimana seharusnya,” kataku.
“Aku tak bisa memujimu sebagaimana seharusnya,” kataku.
“Rayulah aku!” katamu.
“Rayuanku tak mampu mengurai jelitamu,” kataku.
“Rayuanku tak mampu mengurai jelitamu,” kataku.
Dan bahkan ketika kelamin kita beradu
rinduku kepadamu masih saja menyiksaku.
rinduku kepadamu masih saja menyiksaku.
Bibirmu rekah mawar, matamu rembulan bersinar, rambutmu gerai gelombang, payudaramu pepaya kembar semingguan. Apa lagi? Oh ya, vaginamu teratai mekar. Akan kuhirup aroma dalammu di rekah bibirmu, kuhangatkan dinginku di sinar matamu, kuayunkan tubuhku di gerai rambutmu, kutelungkupkan mulut bayiku di kuncup-kuncup payudaramu, dan kutakhtakan diriku di kelopak terataimu.
Aduh! Tanganmu mempunyai kata-kata untukku yang tak bisa diucapkan oleh bibirmu kepadaku. Ia adalah duta bagi seluruh anggota tubuh lain selain bibirmu yang mengantarkan wajahku kepada seluruh bagian tubuhmu untuk mengetahui kata-kata yang tidak bisa diucapkan oleh bibirmu kepadaku.
Megananda. Apalagi yang mampu kau saput kecuali langit yang membiru itu. Dalam remang kau senggamai jengkal yoninya dengan linggamu. Kau ciumi leher jenjangnya. Kau permainkan puting payudaranya.
Megananda. Tak terhitung langit melenguhkan guntur dan mengerjapkan kilat. Menyangkakan waktu telah sirna dalam rengkuhmu. Mengirakan kecerahan hilang selamanya dalam geliat senggamamu. Langit lupa bahwa kau bisa menyudahi hasratmu ketika kenikmatan puncak telah kau cercapi. Saat kamamu menetes-netes turun dalam hujan badai.
Ya, langit lupa bahwa ketika kau telah terpuaskan menyetubuhinya, maka pelahan, kelam akan memudar. Dan sekejap kemudian, langit akan tampil kembali dengan kencantikannya .
Dunia tak selamanya kelam, nimas. Ada waktu dunia meremang dan ada waktu dunia memunculkan keceriaannya. Inilah rwabhineda.
Hong Awighnamastu namo siddham,
Hong Natha ya namostute, stuti ning atpada ri pada Bhatara Nityasa,
Sang Suksma têlêng ing samadhi, Syiwabuddha sira sakalaniskala atmaka,
Sang Sriparwwatanatha, natha ning anatha sira ta pati ning jagadpati,
Sang Hyang ning Hyang, inistya cintya ning acintya, hana waya têmah nireng jagat.
Hong Natha ya namostute, stuti ning atpada ri pada Bhatara Nityasa,
Sang Suksma têlêng ing samadhi, Syiwabuddha sira sakalaniskala atmaka,
Sang Sriparwwatanatha, natha ning anatha sira ta pati ning jagadpati,
Sang Hyang ning Hyang, inistya cintya ning acintya, hana waya têmah nireng jagat.
“Oh Tuhan semoga tiada halangan dan penuh kesempurnaan,
Oh Tuhan, Sang Raja Yang Terpuji dan Terhormat, nyanyian pujaan dari hamba yang rendah ini terhatur kehadapan kaki Bathara Yang Maha Abadi,
Engkau adalah Sang Gaib pusat Samadhi, Engkau adalah Syiwabuddha [Yang Bijak Penuh Kesadaran] penjelmaan dari Yang Nyata dan Yang Tak Nyata,
Engkau Sinar Sang Raja Gunung, Raja diatas Raja, Penguasa diatas segala Penguasa Semesta,
Sang Hyang dari Hyang, merupakan yang Terpikirkan dan Tak Terpikirkan, mengada disini menjelma sebagai semesta ini.”
Oh Tuhan, Sang Raja Yang Terpuji dan Terhormat, nyanyian pujaan dari hamba yang rendah ini terhatur kehadapan kaki Bathara Yang Maha Abadi,
Engkau adalah Sang Gaib pusat Samadhi, Engkau adalah Syiwabuddha [Yang Bijak Penuh Kesadaran] penjelmaan dari Yang Nyata dan Yang Tak Nyata,
Engkau Sinar Sang Raja Gunung, Raja diatas Raja, Penguasa diatas segala Penguasa Semesta,
Sang Hyang dari Hyang, merupakan yang Terpikirkan dan Tak Terpikirkan, mengada disini menjelma sebagai semesta ini.”
*manganjali dengan tunduk diri. Posisi Nagabhanda dalam Asmaragama Jawa (akan diulas dalam buku “Gatholoco: Rahasia Ilmu Sejati dan Seksualitas Jawa).
Cara Pemesanan Buku :
Kirim SMS / WA di 081393725615. Tuliskan Judul dan jumlah pesanan, Nama & Alamat lengkap. Tunggu balasan SMS / WA untuk keterangan selanjutnya.
Atau Pesan Buku via Inbox FB : EKO WALUYO
PENTING DIKETAHUI : Buku GATHOLOCO Rahasia Ilmu Sejati dan Asmaragama
ini tidak dapat ditemui di TOKO BUKU manapun, hanya dapat diperoleh
melalui pemesanan secara ONLINE.
Mengingat begitu kontroversialnya
ditengah masyarakat kita. telah diperoleh kepastian bahwa kitab
fenomenal “GATHOLOCO : Rahasia Ilmu sejati dan Asmaragama tidak akan
bisa kita nikmati kehadirannya di Toko Buku Besar menyusul penolakan dua
toko buku terbesar Indonesia karena dianggap berpotensi menimbulkan
krontroversi. Namun mengingat berharganya nilai filosofi Jawa Kuno yang
ingin disampaikan melalui buku ini, serta tingginya animo pembaca
buku-buku karya Damar Shashangka yang telah menanti sejak lama kehadiran
buku ini, Dolphin memutuskan tetap menerbitkannya namun pemesanan harus
secara online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar